Sebenarnya
antara Surabaya dan Singapura memiliki jargon yang sama dalam mengelola
lingkungan dan sampah, yakni “Clean and Green!”. Bedanya, Singapura
dalam usahanya mengelola sampah sudah secara professional. Gunanya
mengejar sebuah kondisi kawasan yang bersih sekaligus hijau. Bagi negara
yang luas wilayahnya 710 km atau dua kali lima Surabaya itu, kelangkaan
lahan terutama untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah hambatan yang
paling besar. Berangkat dari keterbatasan lahan itulah, Singapura pun kemudian memutuskan untuk menggunakan teknologi insenerator karena sangat efektif mereduksi 90 persen limbah padat, dan umur TPA bisa 5 kali lebih lama daripada umur sebenarnya. Selain itu, energi panas yang dihasilkan insenerator dikirimkan ke pembangkit listrik, sehingga bisa dikatakan instalasi itu merupakan pembangkit listrik tenaga sampah. Lalu logam-logam yang berasal dari limbah padat yang diproses di insenerator juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri daur ulang. Selanjutnya, residu abu dari insenerator, bersama dengan limbah padat yang tidak bisa dibakar dan didaur ulang, dibuang ke TPA Semakau yaitu semacam kawasan pengurukan di antara dua pulau kecil yaitu Pulau Semakau dan Pulau Sekang. Berbeda dengan yang ada di Indonesia, pengelolaan sampah Singapura ditangani langsung oleh Departemen Lingkungan Hidup (ENV), yang tugasnya mempersembahkan bagi penduduk Singapura lingkungan hidup yang bersih dengan standar kesehatan yang tinggi dan terlindung dari segala penyakit menular. Sebagai gambaran, selama tiga dekade terakhir, produksi sampah padat di Singapura meningkat 100 persen tiap 10 tahunnya. Jika pada tahun 1972 Singapura menghasilkan 1.600 ton sampah padat per hari, maka pada tahun 1982 dan 1992 angka itu melonjak jadi 3.200 ton dan 6.200 ton. Bahkan pada tahun 2001 sampah padat Singapura mencapai 7.676 ton tiap harinya, sejalan dengan aktifitas industrialisasi, urbanisasi, pertumbuhan populasi, dan standar hidup. Namun pada 2009 menurun menjadi 7,2 ton karena kesadaran warga mengurangi jumlah sampah. Sampah Singapura berkomposisi 44,4 persen organik, dan 55,6 berupa sampah padat alias non-organik yang terdiri atas 28,3 persen kertas, 11,8 persen plastik, dan sisanya gelas, logam, dan lain-lain. Tidak semua sampah dibakar di insenerator. Sampah padat dibagi ke dua kelompok besar, yaitu limbah padat umum dan bukan umum. Limbah padat umum adalah limbah yang tidak beracun dan tidak berbahaya, terdiri atas limbah organik, anorganik, lumpur, dan limbah padat hasil olahan. Sementara limbah padat bukan umum adalah kategori untuk limbah yang beracun dan berbahaya. Selanjutnya untuk limbah padat umum, dikelompokkan lagi menjadi sampah yang bisa dibakar di insenerator dan yang tidak bisa dibakar di insenerator. "Kami berhasil membakar sampah hingga mencapai 90 persen," kata Mohammad Ghazali Manajer Operasi Tuas South Incinerator Plant. Dijelaskan Ghazali, Tuas South Incinerator Plant menerapkan 4 strategi dalam pengelolaan sampah yaitu dengan Waste Minimisation (meminimalkan sampah, Recycling (daur ulang), Waste to Energy (sampah menghasilkan listrik) dan Reduce Waste to Landfil (Sampah untuk pengurukan). “Pengolahan sampah dengan Insinerator ini buatan Jerman. Dan kita dipantau langsung melalui ruangan pengendali. Tidak ada orang yang turun kecuali ada mesin rusak,” terangnya. Singapura mempunya empat inserenator. Insenerator pertama mulai beroperasi tahun 1979 di Ulu Pandan dengan kapasitas 1.100 ton/hari. Pada tahun 1986 insenerator di Tuas mulai beroperasi, dengan kapasitas yang lebih besar yaitu 1.700 ton/hari. Kemudian insenerator ketiga Senoko berkapasitas 2.400 ton/hari mulai digunakan pada tahun 1992, dan terakhir insenerator Tuas Selatan dengan kapasitas 3.000 ton beroperasi sejak tahun 2000. Kesemua insenerator yang ada di Singapura menelan biaya yang tidak murah, terutama dalam hal pembiayaan pembangunan. Insenerator Ulu Pandan dibangun dengan biaya 130 juta dolar Singapura, Tuas 200 juta, Senoko 560 juta, dan Tuas Selatan 890 juta dolar. Biar pun mahal, keempat insenerator telah berhasil membakar 2,55 juta ton atau sekitar 91 persen dari total sampah yang dihasilkan Singapura. Dari sampah pula, dihasilkan sekitar 1.158 juta KWh listrik atau sekitar 2-3 persen pasokan listrik Singapura dan 24 ribu ton scrap metal. Menurut Ghazali, kunci awal suksesnya pengolahan sampah ini adalah kesadaran warga dalam memilah sampah. ”Para pemimpin Singapura memandang persoalan sampah hanya akan terselesaikan bila masyarakat ikut ambil bagian dalam program-program kebersihan, itu sebabnya pendidikan tentang kebersihan lewat kampanye publik dan sekolah dilakukan secara gencar,” tuturnya. Program pendidikan lingkungan disosialisasikan melalui berbagai cara, antara lain "talk show", pameran, publikasi di media cetak dan elektronik, brosur, komik, kurikulum sekolah, dan kunjungan ke instalasi pengolahan dan daur ulang sampah. Usaha meningkatkan kesadaran arti penting membuang sampah pada tempatnya sudah dilakukan sejak tahun 1968, namun kesadaran warga Singapura masih tak banyak berubah. Budaya membuang sampah pada tempatnya masih belum menjadi kesadaran umum. Masyarakat Singapura masih cenderung melakukan buang sampah sembarangan ketika berada di luar negeri, seperti misalnya di Indonesia di mana penegakan hukum kebersihan masih lemah. Nah, Mulai tahun 2000 terbentuk kelompok-kelompok masyarakat peduli sampah, yang bertujuan menyegarkan kembali pentingnya menjadikan membuang sampah pada tempatnya menjadi budaya masyarakat Singapura. Kementerian Pendidikan Singapura juga mulai memasukkan pendidikan lingkungan dalam kurikulum sekolah sejak 1998, materi dibuat dalam bentuk video film, buku belajar murid, dan brosur yang menarik. Selain itu Pemerintah Singapura juga tiap tahunnya menggelar kampanye bersih dan hijau selama satu pekan penuh, ini merupakan salah satu upaya mendukung cita-cita menjadikan Singapura yang bersih dan hijau. Inilah yang perlu ditiru masyarakat Surabaya. Selain itu gencar kampanye sadar buang sampah, juga harus konsisten menjalankan ketentuan Perda kebersihan No.4/2000 yang mengatur retribusi dan denda bagi pelanggar. Hukuman denda yang ditentukan dalam Perda juga yang masuk akal. Denda maksimal Rp 2 juta justru tak membuat jera. Warga tidak mampu yang terjaring Perda yustisi akan memilih dipenjara daripada bayar denda sebesar itu. Menurut Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya Ir Hidayat Syah, sekalipun Pemkot punya dana ratusan miliar dan bahkan triliunan, tanpa disertai kesadaran warga, dana itu tidak berarti untuk menjaga kebersihan. ”Sekarang ini dana untuk mempertahankan kebersihan kota sekitar Rp 5 miliar per tahun. Dana ini akan habis dalam sekejap bila warga masih tetap membuang sampah di sebarang tempat. Jadi kalau warganya sadar, meniru konsep inserenator Singapura bukan hal yang sulit,” ujarnya. (sofyan hadi) |
Ulama Jualan BensinOleh: M. Mas'Ud Adnan.
Muhammadiyah pernah memiliki ketua umum berintegritas moral tinggi.
Namanya AR Fachruddin (kini almarhum). Ulama yang biasa dipanggil Pak AR
ini sangat jujur dan memiliki kepribadian zuhud. Selengkapnya |
Tak Boleh Ada Kekerasan Terhadap KafirBesok: Wisnu, Syiwa, Brahma dan al-Asma’ al-Husna“wa
dzar al-ladzin yulhidun fi asma’ih”. Tuhan menyuruh kita membiarkan
orang-orang yang mengkufuri keberadaan Tuhan (mulhid) bila tak mau
diajak beriman secara baik-baik. ... Selengkapnya |
Maulid dan Khaul,Adakah Dasarnya? Pertanyaan:Kiai
yang terhormat, selama ini kami mengenal peringatan Maulid Nabi
Muhamad saw dan khaul para ulama/masyaikh yang telah wafat. Mengapa
Nabi diperingati kelahirannya, sedangkan ulama diperingati wafatnya?
Apakah peringatan seperti itu punya hujjah (argumentasi) yang kuat dari
Alquran dan Sunnah? Atas jawabannya kami sampaikan... Selengkapnya |
Dakwah, Tak Cukup Kutip Ayat dan HadisJakartaHARIAN BANGSA Dakwah
yang efektif itu dengan memberikan uswatun hasanah. Sebab, dakwah itu
melingkupi banyak hal, bukan saja nilah agama, tapi juga pendidikan,
ekonomi, budaya, politik, dan sebagainya.Demikian dikatakan mantan ketua
Misi... Selengkapnya |
Tidak Jamin Masuk Surga Seorang
pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan
bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib,... Selengkapnya |
Kiai Qodir Semua
pasti tahu. dalam hal tawadhu' (sopan santun) pada kiai, orang Madura
lah contohnya, walaupun kadang-kadang kebablasan.Alkisah pada sebuah... Selengkapnya |
sumber : http://www.harianbangsa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2460:singapura-tak-ada-lagi-sampah-&catid=54:ekonomi&Itemid=89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar